Teladan Unggul
Pernah nggak, menerima lelucon demikian : Ada seorang guru (Jawa) yang bertugas di pedalaman Papua, diminta untuk menyembuhkan anjing piaraan murid-nya yang nyaris tewas. Dengan segala keterbatasannya, ia menyembuhkan anjing tersebut dengan berdoa dan berkata lantang : “Su-asu yen arep modar yo modar-o, yen arep waras ndang waras-o…..pwuih…pwuih…pwuih… (sambil menyemburkan air minum dari mulutnya ke Anjing yang sakit).
Ajaib… dalam beberapa hari anjingnya sembuh.
Pada lain kesempatan guru tersebut mengalami sakit demam tinggi. Karena sakitnya dia tidak bisa mengajar dan terbaring di tempat tidurnya selama tiga hari. Murid yang pernah ditolong disembuhkan anjing nya ingin berbuat sesuatu agar gurunya segera sembuh. Dia teringat doa gurunya saat itu. Karena tidak tahu arti kata per kata, dia anggap sebagai mantra ajaib. Maka dengan seijin gurunya dia mendoakan gurunya. Setelah berdoa sejenak di dalam hati, dia pun berucap di depan gurunya : “Su asu yen arep modar yo modar-o, yen arep waras ndang waras-o ….. pwuih…pwuih…pwuih…”– sambil menyemburkan air putih ke tubuh gurunya.
Sang guru tertawa terpingkal-pingkal melihat ulah muridnya. Ajaib bin aneh …. demam sang guru seketika hilang. Sang guru pun berangsur pulih dan beraktifitas normal kembali.
Saudaraku, apa yang dilakukan oleh guru dimengerti atau pun tidak dimengerti acapkali dicontoh dan diteladani oleh muridnya. Apabila teladan tersebut dilandasi dengan maksud baik tentulah menjadikan kebaikan bagi sesama. Demikian pun dalam ibadat atau pun perayaan iman yang kita ikuti di keseharian kita. Contoh dan teladan yang disampaikan dalam khotbah imam, apabila kita praktekkan dalam niat baik, niscaya menjadi saluran berkat bagi sesama
Pada perayaan Kamis Putih yang lalu, yang merupakan salah satu dari perayaan tri hari suci Paskah, umat Katolik merayakan beberapa peristiwa iman sekaligus, yaitu :
- Yesus merayakan perjamuan terakhir dengan para rasul
- Yesus membasuh kaki para murid
- Yesus menetapkan Ekaristi sebagai sarana kehadiran-Nya
- Yesus berdoa dalam sakratul maut di taman Getzemani
- Pengkhianatan Yudas Iskariot
- Yesus ditangkap dan dipenjara
Dari banyak peristiwa iman tersebut yang selalu diingat oleh kebanyakan umat Katolik adalah pembasuhan kaki para murid. Ya, jika kita mengikuti Perayaan Kamis Putih kita akan mendapati sesudah Homili dari Imam, 12 orang wakil umat terpilih akan tampil ke depan altar. Imam akan turun dari altar, melepas jubahnya, mengenakan kain lampin, dengan dibantu sejumlah petugas liturgi Imam mencuci kaki ke-12 orang wakil umat satu persatu, mengeringkannya dengan handuk kecil dan menciumnya. Hmm yakin deh, beberapa dari bapak-bapak (dan pada kesempatan perayaan kemarin ada pula ibu-ibu) yang berkesempatan menjadi wakil lingkungannya, dibasuh kakinya.
Adakah dari anda sekalian yang berfikiran pembasuhan kaki tersebut adalah sesuatu yang lebay ….? atau kah suatu keutamaan yang unggul dari iman Katolik ?
Perlu diketahui disini, Iman Katolik bersumber dari tiga hal : Kitab Suci, Tradisi Suci dan Pengajaran dari Bapa Suci gereja (Magisterium). Perayaan Ekaristi yang kita lakukan hingga saat ini diambil dari apa yang tertulis dalam Kitab Suci dan juga tradisi suci gereja yang berlangsung pada zaman Yesus dan para Rasul. Pembasuhan kaki sebenarnya adalah hal yang lazim pada saat itu. Jika kita membayangkan situasi alam geografis tanah terjanji pada zaman Yesus dan masa-masa sebelumnya adalah pemukiman dengan jalan-jalan yang menghubungkan dari satu tempat ke tempat yang lain banyak berdebu. Jika orang bepergian atau pulang dari bepergian, kakinya tentu kotor oleh debu yang menempel sepanjang perjalanan, perlu dibasuh dan dibersihkan terlebih dahulu sebelum masuk rumah.
Untuk meyakinkan adanya kebiasaan pembasuhan kaki, perhatikan beberapa peristiwa penting yang dicatat oleh pengarang Kitab Suci berikut. Masih ingat cerita mukjizat pertama Tuhan Yesus dalam pesta perkawinan di Kana yang di Galilea ? Bagaimana Tuhan Yesus mengubah kegalauan pemimpin pesta menjadi takjub pada anggur yang melimpah. Tahukah saudaraku air apakah yang diubah oleh Yesus menjadi anggur yang berkualitas ? Iyes !!… Air yang diperuntukkan untuk pembasuhan kaki tamu yang hadir dalam perjamuan nikah. (Yoh. 2:1-11)
Peristiwa yang lain …Waktu Yesus diundang makan di rumah orang Farisi, bagaimana Yesus menyindir tuan rumah yang tidak membasuh kakinya ? melainkan ada wanita pendosa yang membersihkan kaki Yesus dengan air matanya dan menyeka mengeringkan dengan rambutnya, dilanjut dengan meminyakinya dengan wewangian. (Luk. 7:36-50). Yesus memuji perempuan berdosa tersebut bahkan mengampuni segala kesalahan dan dosanya.
Dari dua contoh peristiwa yang dicatat dalam Kitab Suci tersebut diatas, menunjukkan urusan basuh membasuh kaki adalah tradisi yang umum pada zaman itu. Sudah layak dan sepantasnya lah demikian. Apakah yang menjadi istimewa sedemikian sehingga peristiwa pembasuhan kaki “diangkat” menjadi topik khusus dalam perjamuan terakhir ? Marilah kita baca bacaan Kitab Suci yang menjadi acuan peristiwa perjamuan terakhir yang diperingati pada perayaan Kamis putih, yakni injil : Yoh. 13:1-15.
Pembasuhan kaki itu sendiri dalam hal ini diulang tidaklah aneh, jika itu dilakukan oleh hamba untuk tuannya. Tidak lah aneh jika dilakukan oleh murid kepada guru Nya. Tindakan pembasuhan kaki ini menjadi istimewa karena dilakukan oleh Yesus kepada murid-muridNya. Yesus yang oleh para rasul disebut sebagai guru dan Tuhan membasuh kaki murid-muridNya. Suatu adat kebiasaan, tatakrama yang dijungkir balikkan. Wis pokok e nggak masuk akal. Hingga Yesus menjelaskannya pada ayat-ayat berikutnya menjadi masuk akal.
Ternyata Yesus sedang memberikan contoh pada murid-muridNya. Termasuk kita, jika kita mengaku sebagai muridNya juga. Bahwasanya, Yesus yang adalah guru dan Tuhan, yang menurut takaran duniawi – tinggal duduk manis dan dilayani, tinggal wedhar perintah dituruti oleh pengikutnya; tidaklah menggunakan kenyamananNya tersebut. Yesus memberikan perintah baru. Memberikan contoh, memberikan teladan : untuk berani melepaskan hak dan kenyamanan sebagai orang yang pantas untuk dilayani, menggantikannya dengan semangat mau melayani orang lain. Agar kita mau saling membantu, saling melayani.
Kita yang adalah murid Yesus diperintahkan untuk saling membantu, saling melayani dalam mendapatkan dan menemukan Keselamatan. Bahwasanya Kerajaan Allah bukan diperuntukkan untuk kita sendiri, bukan untuk sekelompok eksklusif kita sendiri, melainkan untuk sebanyak mungkin manusia yang mau menanggapi positif tawaran keselamatan Allah.
Bahwasanya sikap melayani tanpa dilandasi oleh kasih, tanpa disemangati oleh kerendahan hati akan menjadi sangat berat. Melayani adalah mengasihi. Melayani adalah memberikan apa yang kita miliki : harta, waktu, perhatian, kehormatan, gengsi, … pada orang lain. Kita dituntut untuk berani menyangkal diri kita, berani meninggalkan kenikmatan dan kenyamanan kita. Kita diberikan teladan lebih jauh lagi … Kita yang adalah anak-anak Allah, pewaris Surga, mau mengosongkan diri dan mengambil rupa sabagai hamba.
Kelihatannya saling membasuh kaki adalah suatu tindakan yang mudah dan sederhana. Apakah kita sanggup mulai mempraktekkannya di dalam keluarga kita ? Suami membasuh kaki isteri. Isteri membasuh kaki suami. Orang tua membasuh kaki anak-anak, Anak-anak membasuh kaki orang tua. Kita nyatakan semangat saling melayani di dalam keluarga. Bila ternyata berhasil dilakukan di dalam keluarga, tentu saja kita bisa ditingkatkan ke relasi yang lebih luas : Saling membasuh kaki antar warga lingkungan, antar pengurus gereja.
Demikianlah, setiap kali kita mengikuti perayaan Kamis Putih Sabda Yesus pada kita : “Perintah baru terimalah, supaya kamu saling mengasihi. Seperti Aku mengasihi kamu, sabda Tuhan” hendaknya tidak saja terngiang sebagai lagu, melainkan sebagai semangat baru untuk saling melayani di dalam keluarga dan antar warga lingkungan.
19 April 2019
#Baru_Klinthing
ditulis oleh Bpk Kriswantoro